Jumat, 02 September 2011

Keris Bali Bersejarah, "Ki Baru Pemastu"


Bilah keris ini dibuat dengan pamor teknik wosing wutah yang juga dikenal dengan istilah pamor Jwalana atau pamor tiban. Warna pamor pada bilah keris ini tampak kurang terang (kurang ndeling),  diduga karena pengaruh bahan pamor yang memang kurang terang dan juga di sebabkan karena  finising warangannya yang terlalu pekat (warangan sepuh/tua).


Keris Tangguh Bali (bentuk gaya Bali) Diperkirakan dibuat pada abad XVI

Bilah
Dhapur            : Carita Buntala Luk 15

Carita Buntala, Carita dalam bahasa Jawa berarti ‘cerita’ sedangkan kata  Buntala berasal dari bahasa sansekerta buntala yang berarti  ‘Bumi’. Keris dhapur Carita Buntala memiliki kelengkapan rerincikan; Kembang kacang/cunguh gajah, jenggot/janggar, sogokan, tikel alis/alis, pijetan/tigasan, lambe gajah/cedar, jalen/taji, sraweyan dan ri pandan/duin pandan. Pada keris Lombok juga terdapat dhapur keris yang bernama Carita Buntala namun kelengkapan rerincikannya agak berbeda, yaitu : Luk 15, greneng, ri pandan, jenggot, sogokan depan, sekar kacang, lambe gajah dan sraweyan.Pada bilah keris ini tampak pada bagian rerincikan janggar/jenggot/ bimokroda telah aus atau dimungkinkan sengaja dihilangkan/dirapikan. Pada bagian pangkal cunguh gajah/sekar kacang juga tampak bekas pahatan  ornamen tumbuhan bersulur (yang dapat diduga tinatah sinerasah emas) yang telah aus/hilang.
Keris Carita Buntala merupakan keris pusaka yang dipercaya untuk perlindungan  dan keselamatan diri, terutama untuk perlindungan dari segala gangguan mahluk halus dan ilmu hitam.


Bilah keris Carita Buntala ini dibuat dalam penguasaan teknik yang mengagumkan. Besinya tampak halus dan matang tempaan, tiap rerincikan dibuat dengan ceruk (lekukan dalam) tegas, dalam, dan bersih sehingga bilah keris tampak  gagah, rapi dan halus. Bilah keris semacam ini menunjukkan dibuat oleh seorang empu yang benar-benar telah mumpuni.
Bilah keris ini disamping dibuat dari bahan yang baik juga tergolong bilah keris yang terawat dengan baik sehingga kondisinya masih benar-benar utuh. Permukaan bilah keris yang halus dan mengkilat menunjukkan bilah keris seringkali difinising/dirawat dengan cara disangling (digosok dengan kayu/bambu/batu berserat/pori-pori halus).

Pamor: Wosing Wutah/Beras Wutah
Bilah keris ini dibuat dengan pamor teknik wosing wutah yang juga dikenal dengan istilah pamor Jwalana atau pamor tiban. Warna pamor pada bilah keris ini tampak kurang terang (kurang ndeling),  diduga karena pengaruh bahan pamor yang memang kurang terang dan juga di sebabkan karena  finising warangannya yang terlalu pekat (warangan sepuh/tua).

Hulu
Bentuk : Dewa Ganesha

Hulu/danganan bentuk Dewa Ganesha tergolong jenis danganan yang paling populer di Bali dan termasuk jenis togogan ( bentuk figur manusia atau dewa-dewa). Hulu/danganan ini dibuat dari bahan kayu eben walad (Dios pyros Rumphii) yang berkualitas bagus. Seratnya yang padat serta warnanya yang hitam kelam tampak serasi dikombinasi dengan bahan emas, perak, dan  batu mulia. Hulu/danganan dilengkapi dengan selut dan wewer dari bahan yang sama.

Warangka

Bentuk : Batu Poh
Warangka dibuat dengan bentuk batun poh (seperti biji mangga/poh). Warangka ini merupakan warangka standar/umum yang banyak dijumpai di Bali. Seluruh bagian warangka di finising sunggingan (sangging) dengan cerita Kalarau (lihat Kalarau hal: 228-229) dengan penekanan bentuk tokoh Kalarau dan Naga Situbondo serta kombinasi ornamentik suwastika khas Bali. ***

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More