Senin, 01 Agustus 2011

Candi Penataran di Desa Panataran, Nglegok, Blitar, Jatim, "Jejak Peninggalan Hindu Majapahit"

Candi Panataran adalah sebuah candi berlatar belakang Hindu (Siwaitis) yang mulai dibangun dari kerajaan Kediri dan dipergunakan sampai dengan kerajaan Majapahit. Candi Penataran terdiri atas beberapa gugusan, sehingga lebih tepat kalau disebut kompleks percandian yang melambangkan penataan pemerintahan kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa Timur.

 Reporter & Foto : Andiawan


Komplekss candi ini merupakan yang terbesar di Jawa Timur. Candi Penataran terdaftar dalam laporan Dinas Purbakala tahun 1914 - 1915 nomor 2045 dan catatan Verbeek nomor 563.
Lokasi bangunan terletak di lereng barat daya Gunung Kelud pada ketinggian 450 m dpl (di atas permukaan air laut). Candi Penataran ini berada di suatu desa yang juga bernama Panataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Untuk sampai di lokasi percandian dimaksud, dapat ditempuh dari pusat kota Blitar ke arah utara yaitu ke arah jurusan Makam Proklamator Bung Karno. Jarak dari kota sampai lokasi diperkirakan 12 km, jalan mulus beraspal dan dapat ditempuh dengan berbagai jenis kendaraan. Setelah perjalanan mencapai 10 km dari Kota Blitar, maka sampailah di Pasar Nglegok, kemudian terus sampai Pasar Desa Panataran. Dari sini jalan bercabang dua, yaitu belok ke kanan menuju desa Modangan sedangkan yang belok kekiri (ke arah barat) menuju ke lokasi percandian jaraknya tinggal sekitar 300 m.
Secara garis besarnya susunan umum kompleks Candi Penataran menempati areal tanah seluas 12.946 m2 dengan bangunan candi berjajar dari barat laut ke timur kemudian berlanjut ke bagian Tenggara. Seluruh halaman komplekss percandian kecuali halaman yang berada di bagian tenggara di bagi-bagi (disekat) oleh dua jalur dinding yang melintang dari arah utara ke selatan, sehingga membagi halaman kompleks percandian menjadi tiga bagian yakni;  halaman A untuk halaman I, halaman B untuk halaman II, dan halaman C untuk halaman III.
Pembagian halaman komplekss percandian menjadi tiga bagian adalah berakar pada kepercayaan lama nenek moyang terdahulu. Sebagian dapat diamati oleh peta situasi, halaman B masih dibagi lagi oleh dinding yang membujur arah timur-barat, sehingga membagi halaman B menjadi dua bagian. Apakah halaman B ini dahulu tertutup oleh tembok keliling belum diketahui dengan pasti sebab kini yang tinggal hanya pondasi - pondasinya saja.
Begitu juga tembok keliling komplekss percandian sudah sejak lama runtuh, yang nampak sekarang adalah bagian pagar tanaman hidup yang berfungsi sebagai batas pagar keliling. Tembok keliling dan dinding penyekat terbuat dari bahan bata merah, sehingga karena perjalanan waktu yang cukup lama menyebabkan keruntuhannya. Susunan kompleks percandian Penataran memang menarik karena letak bangunan yang satu dengan yang lain berhadap-hadapan terus ke belakang yang sepintas kelihatannya agak membingungkan.
Susunan bangunan mirip dengan susunan bangunan pura yang ada di Bali. Dalam susunan seperti ini di bagian halaman yang terletak paling belakang adalah yang paling suci, karena di sini terdapat bangunan pusat atau bangunan induknya. Juga di Bali tempat bagi dewa - dewa berada di bagian candi yang paling belakang yakni bagian yang paling dekat dengan gunung. Di Jawa Timur perwujudan dalam bentuk bangunan berupa bangunan candi yang berteras-teras dengan susunan makin ke atas makin kecil yang di sebut punden berundak. Pintu masuk ke halaman kompleks percandian yang sementara ini juga berfungsi sebagai pintu keluar terletak di bagian barat.


Dengan menuruni tangga masuk yang berupa undak-undakan (tangga) sampailah di ruang tunggu tempat pengunjung mendaftarkan diri, sebelum masuk halaman kompleks percandian.  Di sini terdapat dua buah arca penjaga pintu (Dwaraphala) yang di kalangan masyarakat Blitar dikenal dengan sebutan “Mbah Bodo” yang menarik dari kedua arca penjaga ini bukan karena ukurannya yang besar dan wajahnya yang menakutkan (daemonis) tetapi pahatan angka tahun tertulis dalam huruf Jawa Kuno: tahun 1242 Saka atau kalau dijadikan masehi (ditambah 78 Tahun) menjadi 1320 Masehi.

Untuk informasi selengkapnya, silahkan memesan tabloid ini.  Terima kasih. 

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More