Minggu, 21 Agustus 2011

Penghinaan Raja Sri Dandang Gendis


Adapun Sri Jaya Kusuma memiliki keturunan Sri Wira Kusuma, tidak mengikuti aturan kata krama keluarga, dan beliau melahirkan keturunan berada di pulau Jawa. Tidak diceritakan lagi kelanjutannya. Kembali Sri Jayasabha yang diceritakan. Beliau memiliki keturunan seorang laki-laki, bernama Sirearya Kediri memiliki keturunan bernama Arya Kepakisan, beliau dikirim oleh keturunan dua orang semua laki-laki, beliau Pangeran Nyuhaya, dan Pangeran Asak, sama-sama mengembangkan keturunan di Bali, Cerita disudahi.



Kembali diceritakan yang terdahulu, Jaya Waringin dan Jaya Katha, keturunan beliau Sri Siwa Wandhira dan Jaya Katong. Beliau berdua yang gugur dalam pertempuran, beliau berdua yaitu Jaya Waringin dan Jaya Katha, yang menyerah ke Tumapel. Waktu ayah beliau hancur dalam peperangan negara Daha menjadi kacau. Akhirnya berlanjut sampai cucu terkena kehancuran, kutuk beliau pendeta Siwa maupun golongan Budha.
Apa yang menyebabkan perang itu dan keraton menjadi hancur? Dengarkan tambahan cerita ini. Pada tahun Saka yang lalu 1144 (1222 M) bulan Palguna (sekitar Pebruari), hari ketiga belas, setelah bulan Purnama, hari sepekan Watugunung, pada saat itu perintah beliau Raja Ken Angrok, beliau yang bertahta di Tumapel, menyerang keRajaan  Galuh, atas desakan beliau para pendeta Siwa maupun golongan Budha.
Bahwasannya Raja Sri Dandang Gendis, durhaka pada para pendeta, menghina kewajiban Sang Brahmana, ibarat seperti Maha Raja Nahusa, yang berkeinginan menguasai surga. Demikian perbuatan Raja Sri Dandang Gendis, menyebabkan semua pendeta menjadi bingung mengungsi ke Tumapel. Sekarang kerajaan Daha, ibarat seperti segunung rumput kering hancur lebur terbakar oleh api, siap dibakar? Itulah kemarahan sang pertapa, berkobar dalam pikirannya, ditiup angin tak henti-hentinya Raja Sri Ken Angrok menghembus, semakin nyala tak ada tandingannya.
Pada akhirnya, Sri Aji Dandang Gendis menyerah. Sadar akan ajalnya tiba, karena Raja Sri Ken Angrok sungguh seorang keturunan Brahmana dari Waisnawa. Beliau juga dijuluki Hyang Guru. Nah itu sebabnya Sri Raja Dandang Gendis, memusatkan pikiran, menggelar rahasia bhatin, segera moksa tanpa jasad turut pula kandang kuda beserta pembawa puan, payung, terlihat samar bayangan beliau, melambai di angkasa menuju Wisnuloka. Demikian jelas Sri Raja telah menyatu di alam sana.

Ada lagi yang diceritakan yaitu para prajurit  dan menteri, lebih-lebih para keluarga utama (dekat), rakyat yang masih hidup. Semua cerai-berai mencari tempat berlindung, mencari tempat persembunyian agar selamat, sebab pemimpin perang adalah Siwa Wandhira, beserta Misawalungan, semuanya telah gugur dengan penuh keberanian.
Masih ada dua orang keluarga keturunan utama, Jaya Katha dan Jaya Waringin yang terkenal, keturunan Jaya Katong, beserta Siwa Wandhira yang gugur dalam medan perang.
Mereka berdua dendam atas tewas ayahnya dalam pertempuran, maju menyerang seperti harimau galak, lalu ditangkap bersama-sama oleh empat orang berani yang  masing-masing bernama, Arya Wang Bang, Misa Rangdi, Bango Samparan, Cucupu Rantya, di sana Jaya Katha dan Jaya Waringin, keduanya ditangkap. Tidak mampu melawan ikut pula istri Jaya Katha dibawa berlari beliau sedang hamil, sedang mengidam. Adapun Jaya Waringin, masih perjaka, belum mempunyai istri. Keempat menteri tersebut semua belas kasihan terhadap beliau Jaya Katha, dan terhadap Siwa Wandhira, itulah sebabnya lepas tidak terkena senjata.  

Untuk informasi selengkapnya, silahkan memesan tabloid edisi 12.  Terima kasih.  

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More