Keris dhapur Sinom dipercaya sebagai keris pusaka yang memberikan tuah/symbol/filosofis kehidupan yang tenang, tentram, bahagia dan menyenangkan. Keris ini tergolong bilah keris yang bukan pemilih atau dapat dimiliki oleh golongan tua maupun muda.
Keris ini adalah pusaka dari Puri Gede Buleleng, yang dibuat oleh Ida Pedanda Ngurah Sakti Lalandep dari Desa Banjar, Buleleng.
Bilah
Dhapur Sinom Robyog
Sinom dalam Jawa berarti “pucuk daun asam Jawa” (Tamarindus): sinom juga dapat berarti “rambut halus yang tumbuh di dahi”, sinom juga dapat berarti pula “jenis tembang Bali/Jawa dalam kelompok sekar macapat”.
Keris sinom memiliki kelengkapan rarincikan: sekar kacang/cunguh gajah, lambe gajah/cedar, jalen/tapi, sogokan, srawean, ada-ada/kalor, ri pandan/kekujung, pijetan/tigasan. Apabila rarincikan tersebut ditambahkan jenggot/bimakroda/janggar pada sekar kacang dan greneng bersusun maka dhapur keris sinom tersebut menjadi dhapur Sinom Robyog.
Keris dhapur Sinom dipercaya sebagai keris pusaka yang memberikan tuah/symbol/filosofis kehidupan yang tenang, tentram, bahagia dan menyenangkan. Keris ini tergolong bilah keris yang bukan pemilih atau dapat dimiliki oleh golongan tua maupun muda. Menurut mitos yang beredar, keris sinom pertama kali dibuat oleh Mpu Windudibyo pada tahun 1119 Saka (1197 M), pada masa Nata Prabu Lembuamiluhur.
Pamor : Rekan motif Sisik Penyu.
Pamor sisik penyu merupakan pamor yang tergolong pamor rekan. Secara teknik pamor ini dibuat dalam jumlah lipatan yang tidak terlalu banyak, kemudian pada lapisan saton dilakukan teknik puntiran satu arah untuk menghasilkan pola pamor sisik penyu. Untuk menghasilkan pola pamor sisik penyu yang agal/jarang dilakukan puntiran yang polanya agak jarang, serta saton pamor dalam jumlah lipatan yang sedikit. Pamor ini dipercaya memiliki tuah untuk keselamatan, panjang umur, dan untuk kesinambungan kepemimpinan yang baik.
Hulu
Bentuk Dewa Ganesa
Dalam masyarakat Bali dan masyarakat Nusantara pada umumnya Dewa Ganesa adalah symbol dewa kecerdasan. Bentuk Dewa Ganesa ini dibuat dengan pahatan yang sangat rumit namun rapi, tegas dan tampak hidup. Hulu atau danganan ini dibuat dari gading gajah. Warna danganan yang coklat, merah kekuningan selain disebabkan usia, juga menunjukan bahwa gading gajah tersebut diasapi. Hulu dilengkapi mendak atau wewer gaya Bali dari bahan emas dan batu mulia.
Warangka
Bentuk : kekandikan.
Warangka bentuk kandik atau kekandikan juga popular disebut dengan istilah sesumpingan karena bentuknya yang menyerupai makan sumping (nagasari) yang dibungkus dengan daun pisang. Konon warangka ini hanya diperuntukan bagi seorang raja dan para bangsawan kerajaan. Namun kini popular dikenakan oleh hampir seluruh kalangan masyarakat Bali dan Lombok .
Warangka dibuat dari bahan gading gajah. Dilengkapi dengan pendok bunton khas Bali berbahan emas dan dihias dengan pahatan motif sulur-suluran. Pada bagian tengah dihias plisiran/antup dengan bahan perak, dihias motif bersulur. Melihat material, teknik dan warnanya, hulu, warangka dan pendok dibuat sezaman dengan pembuatan bilah kerisnya. ***
0 komentar:
Posting Komentar