Rabu, 03 Agustus 2011

HARI RAYA NYEPI DI BALI, "Momen Matahari di Tengah Katulistiwa sebagai Keseimbangan"

Bagi umat Hindu di Bali, pergantian Tahun saka selalu dimulai sesudah Tilem Ka Sanga, sehingga Hari Raya Nyepi merupakan Hari Raya Tahun Baru Saka. Hari Raya Nyepi jatuh pada hari "Pananggal apisan sasih kadasa atau tanggal satu bulan ke sepuluh. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, mengapa pergantian tahun itu dimulai setelah berakhirnya Sasih Kasanga?



Kita telah mengetahui bahwa satu tahun itu ada 12 (dua belas) bulan. Perhitungan (kalender) Bali-pun mengakui bahwa satu tahun itu ada 12 (dua belas) bulan, terdiri dari : Kadasa, Jiyestha, Sadha, Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kaulu, Kasanga. Lain yang menjadi pertanyaan, kenapa Tahun Baru Saka dimulai dari Sasih atau bulan Kadasa atau ke sepuluh? dan tidak dari Sasih Kasa atau bulan yang pertama? Untuk menjawab pertanyaan ini, tentu memerlukan dasar ataupun latar belakang untuk mengertikannya, antara lain berdasarkan pada perngertian tentang angka, letak matahari dan pergantian musim.
Mengenai pengertian tentang angka Sasih ka sanga atau buian ke 9 (sembilan), angka 9 (sembilan) adalah merupakan angka yang tertinggi. Selain dari itu, juga angka 9 (sembilan) satu-satunya merupakan angka ajaib (mistik), sebab kalau dikalikan dengan angka bilangan kecuali angka not dan pecahan, maka jumlahnya akan menunjukkan kelainan dari angka-angka yang lainnya dan bila dijumlah akan kembali menjadi 9 (sembilan), contohnya: 9 x 8 = 72 (7 + 2) = 9 9 x 3 = 27 ( 2 + 7 ) = 9 9x6=54(5 + 4) = 9 dan seterusnya. Angka-angka yang lainnya, 7x8 = 56 (5 + 6) = 11 6 x 6 = 36 (3 + 6 ) = 9 3x7 = 21(2+l) = 3
Selain itu angka 9 (sembilan) juga dihormati dalam hubungan dengan kedudukan atau sthana para Dewa-Dewa penguasa pada sembilan penjuru arah mata angin yaitu Nawa Dewata. seperti:
1.    Dewa Iswara di Timur,
2     Dewa Mahesora di Tenggara.
3.         Dewa Brahma, di Selatan
4.         Dewa Rudra di Barat Daya,
5.         Dewa Mahadewa di Barat,
6.         Dewa Sangkara di Barat Laut,
7.         Dewa Wisnu di Utara,
8.         Dewa Sambhu di Timur Laut dan
9.         Dewa Siwa di Tengah.

Bulan kesembilan atau Sasih kasanga apabila dihubungkan dengan letak matahari dan keadaan musim di In­donesia, merupakan paduan pengertian dan perhitungan yang sangat kompleks. Berdasarkan pengetahuan pelajaran ilmu Falak pada Rotasi Bumi yaitu Bumi berputar pada sumbunya dan Revolusi Matahari yaitu Matahari beredar mengelilingi bumi, letak matahari pada tanggal 21 Maret tepat berada di tengah-tengah Khatulistiwa dan Equator atau garis pertengahan bumi, sehingga lamanya siang dan malam saat itu sama, yaitu 12 Jam. Bulan ka sanga menurut perhitungan Bali, akan jatuh pada bulan Maret perhitungan Masehi dimana kita pada saat ini khususnya di Indonesia akan melihat Matahari berada di tengah-tengah garis khatulistiwa, dan untuk selanjutnya akan bergerak ke lintang Utara atau (ngambang kaja; bahasa Bali).
Demikian pula mengenai pergantian musim, sebagaimana diketahui dikenal ada dua musim yang menonjol, yaitu musim panas dan musim hujan. Dengan bergesernya matahari ke lintang utara, maka musim panas akan menyongsong dan musim hujan akan berlalu. Dari dua belas bulan atau sasih yang ada, umat Hindu di Bali membagi atas dua bagian, yaitu dari bulan atau sasih Ka Dasa sampai bulan atau Sasih Ka lima untuk pelaksanaan Upacara Dewa yadnya dan dari bulan atau Sasih Ka Nem sampai Ka sanga untuk Upacara Bhuta Yadnya.
Dari Sasih Ka Nem sekitar bulan Desember pada tahun Masehi, alam kita sudah dapat digolongkan kotor akibat turunnya hujan yang menimbulkan banyak permasalahan terhadap kehidupan mahluk hidup dan hal ini akan berlangsung hingga pada puncaknya yaitu pada sasih ka sanga. Oleh sebab itu, maka mulai dari sasih ka Nem, sudah diwaspadai bahwa permasalahan hidup yang dialami akan makin meningkat, godaan-godaan bertambah besar yang mengakibatkan alam bertambah kotor. Kehidupan manusia yang dipandang paling sempurna dari mahluk-mahluk hidup lainnya sesama ciptaan Tuhan dan berperan sebagai subyek, patut mewaspadai akan permasalahan ini, karena sekaligus pula berperan sebagai obyeknya. Demikianlah makanya umat Hindu di Bali mengadakan pembersihan-pembersihan dan peyucian-penyucian terhadap kekotoran-kekotoran baik yang menimpa alam yaitu bhuwana agung dengan segala isinya dan pula manusia atau bhuwana alit itu sendiri, melalui pelaksanaan upacara-upacara keagamaan. Upacara-upacara dimaksud, seperti : "Nangluk Marana" pada Sasih Ka Nem untuk memohonkan keselamatan hidupnya tumbuh-tumbuhan. Selanjutnya pada sasih ka Pitu yang dikenal dengan peteng pitu yaitu paling gelapnya Tilem pada sasih Ka Pitu yang mempengaruhi suasana bhuwana agung dan bhuwana alit dirasakan dan kita harus menguatkan iman akan datangnya bencana yang lebih hebat akan menimpa maka dianjurkan melakukan tapa, brata, yoga dan samadhi melalui pelaksanaan upacara Siwaratri, dimana saat itu Hyang Siwa beryoga untuk meleburpapa para umat-Nya yang sadar untuk kembali berbuat dharma. Selanjutnya pada Sasih ka Ulu datangnya gangguan semakin dahsyat lagi berupa hujan deras, angin ribut diiringi petir dan halilintar yang berlangsung hingga sasih ka sanga dikenal dengan nama i(Balabur Ka Sanga'"1, sebagai puncaknya. Pengaruh - pengaruh dari udara - udara kotor yang ditimbulkan itu, ditandai dengan munculnya berbagai macam penyakit yang menimpa tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia, terjadi pertikaian-pertikaian, kurang terkendalinya hawa nafsu manusia hingga orang-orang cepat naik darah pada bulan-bulan ini, bahkan sampai binatang anjingpun ikut meraung -raung pada masa birahinya yang berkala itu, sebagai pertanda mengerikan.Bagi umat Hindu di Bali, pergantian Tahun saka selalu dimulai sesudah Tilem Ka Sanga, sehingga Hari Raya Nyepi merupakan Hari Raya Tahun Baru Saka. Hari Raya Nyepi jatuh pada hari "Pananggal apisan sasih kadasa atau tanggal satu bulan ke sepuluh. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, mengapa pergantian tahun itu dimulai setelah berakhirnya Sasih Kasanga?

Kita telah mengetahui bahwa satu tahun itu ada 12 (dua belas) bulan. Perhitungan (kalender) Bali-pun mengakui bahwa satu tahun itu ada 12 (dua belas) bulan, terdiri dari : Kadasa, Jiyestha, Sadha, Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kaulu, Kasanga. Lain yang menjadi pertanyaan, kenapa Tahun Baru Saka dimulai dari Sasih atau bulan Kadasa atau ke sepuluh? dan tidak dari Sasih Kasa atau bulan yang pertama? Untuk menjawab pertanyaan ini, tentu memerlukan dasar ataupun latar belakang untuk mengertikannya, antara lain berdasarkan pada perngertian tentang angka, letak matahari dan pergantian musim.
Mengenai pengertian tentang angka Sasih ka sanga atau buian ke 9 (sembilan), angka 9 (sembilan) adalah merupakan angka yang tertinggi. Selain dari itu, juga angka 9 (sembilan) satu-satunya merupakan angka ajaib (mistik), sebab kalau dikalikan dengan angka bilangan kecuali angka not dan pecahan, maka jumlahnya akan menunjukkan kelainan dari angka-angka yang lainnya dan bila dijumlah akan kembali menjadi 9 (sembilan), contohnya: 9 x 8 = 72 (7 + 2) = 9 9 x 3 = 27 ( 2 + 7 ) = 9 9x6=54(5 + 4) = 9 dan seterusnya. Angka-angka yang lainnya, 7x8 = 56 (5 + 6) = 11 6 x 6 = 36 (3 + 6 ) = 9 3x7 = 21(2+l) = 3
Selain itu angka 9 (sembilan) juga dihormati dalam hubungan dengan kedudukan atau sthana para Dewa-Dewa penguasa pada sembilan penjuru arah mata angin yaitu Nawa Dewata. seperti:
1.    Dewa Iswara di Timur,
2     Dewa Mahesora di Tenggara.
3.         Dewa Brahma, di Selatan
4.         Dewa Rudra di Barat Daya,
5.         Dewa Mahadewa di Barat,
6.         Dewa Sangkara di Barat Laut,
7.         Dewa Wisnu di Utara,
8.         Dewa Sambhu di Timur Laut dan
9.         Dewa Siwa di Tengah.

Bulan kesembilan atau Sasih kasanga apabila dihubungkan dengan letak matahari dan keadaan musim di In­donesia, merupakan paduan pengertian dan perhitungan yang sangat kompleks. Berdasarkan pengetahuan pelajaran ilmu Falak pada Rotasi Bumi yaitu Bumi berputar pada sumbunya dan Revolusi Matahari yaitu Matahari beredar mengelilingi bumi, letak matahari pada tanggal 21 Maret tepat berada di tengah-tengah Khatulistiwa dan Equator atau garis pertengahan bumi, sehingga lamanya siang dan malam saat itu sama, yaitu 12 Jam. Bulan ka sanga menurut perhitungan Bali, akan jatuh pada bulan Maret perhitungan Masehi dimana kita pada saat ini khususnya di Indonesia akan melihat Matahari berada di tengah-tengah garis khatulistiwa, dan untuk selanjutnya akan bergerak ke lintang Utara atau (ngambang kaja; bahasa Bali).
Demikian pula mengenai pergantian musim, sebagaimana diketahui dikenal ada dua musim yang menonjol, yaitu musim panas dan musim hujan. Dengan bergesernya matahari ke lintang utara, maka musim panas akan menyongsong dan musim hujan akan berlalu. Dari dua belas bulan atau sasih yang ada, umat Hindu di Bali membagi atas dua bagian, yaitu dari bulan atau sasih Ka Dasa sampai bulan atau Sasih Ka lima untuk pelaksanaan Upacara Dewa yadnya dan dari bulan atau Sasih Ka Nem sampai Ka sanga untuk Upacara Bhuta Yadnya.
Dari Sasih Ka Nem sekitar bulan Desember pada tahun Masehi, alam kita sudah dapat digolongkan kotor akibat turunnya hujan yang menimbulkan banyak permasalahan terhadap kehidupan mahluk hidup dan hal ini akan berlangsung hingga pada puncaknya yaitu pada sasih ka sanga. Oleh sebab itu, maka mulai dari sasih ka Nem, sudah diwaspadai bahwa permasalahan hidup yang dialami akan makin meningkat, godaan-godaan bertambah besar yang mengakibatkan alam bertambah kotor. Kehidupan manusia yang dipandang paling sempurna dari mahluk-mahluk hidup lainnya sesama ciptaan Tuhan dan berperan sebagai subyek, patut mewaspadai akan permasalahan ini, karena sekaligus pula berperan sebagai obyeknya. Demikianlah makanya umat Hindu di Bali mengadakan pembersihan-pembersihan dan peyucian-penyucian terhadap kekotoran-kekotoran baik yang menimpa alam yaitu bhuwana agung dengan segala isinya dan pula manusia atau bhuwana alit itu sendiri, melalui pelaksanaan upacara-upacara keagamaan. Upacara-upacara dimaksud, seperti : "Nangluk Marana" pada Sasih Ka Nem untuk memohonkan keselamatan hidupnya tumbuh-tumbuhan. Selanjutnya pada sasih ka Pitu yang dikenal dengan peteng pitu yaitu paling gelapnya Tilem pada sasih Ka Pitu yang mempengaruhi suasana bhuwana agung dan bhuwana alit dirasakan dan kita harus menguatkan iman akan datangnya bencana yang lebih hebat akan menimpa maka dianjurkan melakukan tapa, brata, yoga dan samadhi melalui pelaksanaan upacara Siwaratri, dimana saat itu Hyang Siwa beryoga untuk meleburpapa para umat-Nya yang sadar untuk kembali berbuat dharma. Selanjutnya pada Sasih ka Ulu datangnya gangguan semakin dahsyat lagi berupa hujan deras, angin ribut diiringi petir dan halilintar yang berlangsung hingga sasih ka sanga dikenal dengan nama i(Balabur Ka Sanga'"1, sebagai puncaknya. Pengaruh - pengaruh dari udara - udara kotor yang ditimbulkan itu, ditandai dengan munculnya berbagai macam penyakit yang menimpa tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia, terjadi pertikaian-pertikaian, kurang terkendalinya hawa nafsu manusia hingga orang-orang cepat naik darah pada bulan-bulan ini, bahkan sampai binatang anjingpun ikut meraung -raung pada masa birahinya yang berkala itu, sebagai pertanda mengerikan.


Untuk informasi selengkapnya, silahkan memesan tabloid ini.  Terima kasih. 

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More