Setiap insan Hyang Widhi yang diberikan kesempatan untuk memperbaiki karma-karmanya, diberikan garis kehidupan sesuai karmanya juga. Sementara itu, sulinggih yang satu ini, juga diberikan perjalanan hidup yang berkelok-kelok bagaikan aliran sungai menuju samudera. Lebih-lebih hidup dalam keluarga besar dengan kondisi ekonomi yang boleh dikatakan serba kekurangan. Karenanya, demi cita-cita, Pandita memilih melakoni ngacung sambil sekolah. Berikut pengalaman Ida Pandita waktu walaka.
Reporter & Foto : Andiawan
Menjadi seorang sulinggih bukanlah cita-citanya, namun panggilan leluhur, I Ketut Kecap, S.Pd yang setelah madwijati mabhiseka Ida Pandita Mpu Natha Jaya Kusuma akhirnya menyanggupi dan melaksanakan perintah itu. Tanda-tanda akan menjadi sulinggih sebenarnya sudah terlihat sejak masih kecil. Di mana, Ida Pandita Mpu sangat senang membaca dan menulis bahasa Bali serta membaca buku-buku yang berhubungan dengan spiritual, seperti buku agama, lontar dan lainnya.
Berbagai tantangan dan ujian hidup pernah dialami, terlebih lahir di keluarga serba kekurangan dan hidup di keluarga besar. Dari 15 bersaudara, Ida Pandita Mpu adalah anak ke-12 dan merupakan anak laki-laki terkecil. Karena keterbatasan biaya, saudara-saudaranya hanya bisa mengenyam pendidikan hingga tamat SD dan SMP.
Lain halnya Ida Pandita Mpu, dengan tekad dan semangatnya yang begitu kuat, untuk merubah paradigma kehidupan ke arah yang lebih baik dan maju, tanpa mengenal lelah terlebih putus asa untuk terus belajar dan mengisi diri dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman, akhirnya berhasil lulus dan menjandi seorang sarjana pendidikan.
Begitu tamat SD, kemudian oleh kakaknya yang kala itu bekerja di salah satu hotel di kawasan Sanur, Denpasar, Ida Pandita Mpu diajak dan disekolahkan. Sementara, untuk membantu biaya sekolah, Ida Pandita Mpu bekerja sebagai pedagang acung dan itu digeluti hingga SMA.
“Begitu tamat SD, tiang diajak oleh kakak yang kala itu bekerja di salah satu hotel di Sanur, tinggal bersama sambil disekolahkan. Mengingat saat itu tiang belum memiliki ketrampilan dan keahlian akhirnya tiang memutuskan untuk bekerja menjadi pedagang acung guna membantu biaya sekolah,” ujar Ida Pandita Mpu berjenggot panjang ini menjelaskan.
Lebih lanjut dijelaskan, saat duduk di kelas tiga SMA, Ida Pandita Mpu mendengar ada bukaan penerimaan PNS dan berminat untuk mencoba mengajukan lamaran walaupun hanya menggunakan ijasah SMP. Satu dua kali gagal tak membuat Ida Pandita Mpu menyerah terlebih putus asa, melainkan terus berusaha dan akhirnya lulus dan ditugaskan di Tabanan tepatnya di SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) Tabanan. Karena sudah diterima, Ida Pandita Mpu harus berhenti sekolah.
Kemudian, sambil bekerja Ida Pandita Mpu melanjutkan sekolah SMA di salah satu sekolah di Tabanan. Selanjutnya beliau memutuskan untuk mawinten menjadi seorang pemangku. Mulai saat itu pula terus melakukan penggodokan dan pengisian diri tentang berbagai hal yang berhubungan dengan keagamaan dan spiritual.
Tak puas sampai di sana, Ida Pandita Mpu kembali melanjutkan dan memilih kuliah di UNHI (Universitas Hindu Indonesia) dan berhasil lulus dan resmi menjadi sarjana. Di samping itu, Ida Pandita Mpu yang seorang kutu buku ini, juga aktif bergabung di sejumlah organisasi spiritual, seperti ikut sekaa santi, membentuk kelompok meditasi dan lainnya.
Untuk informasi selengkapnya, silahkan memesan tabloid ini. Terima kasih.
0 komentar:
Posting Komentar