Selasa, 26 April 2011

Aji Kamoksan Wrhaspati Tattwa (31) Samadhiyoga (10), "Teori Lebah Madu"


Seseorang yang memiliki spiritual satwam, wajib selalu melakukan pengendalian diri dan hidup dalam kesucian. Kalau tidak demikian, dia cenderung mengalami nasib seperti seekor lebah madu. Akan mati akibat madu kenikmatan yang diciptakannya sendiri.


Dalam kesehariannya, lebah-lebah madu akan terbang kian kemari mengisap bunga. Dengan cara ini mereka bisa menghasilkan madu yang nikmat. Tapi seekor  lebah madu tidak boleh mengisap madu yang dihasilkannya. Kalau dia melakukan hal itu,  sayapnya akan basah oleh cairan madu. Dia akan terperosok ke dalam kumpulan madu yang dihasilkannya. Tidak lama kemudian, dia akan mati. Inilah yang penulis sebut sebagai “Teori Lebah Madu.
Rasa hormat dan bakti masyarakat adalah anugerah yang didapat bila seseorang melakukan latihan samadhi satwam. Inilah yang disebut “madu-dunia” bagi pemilik spiritual satwam, selama dia tidak menikmati secara berlebih madu-dunia  tersebut, selama itu pendakian spiritualnya  berjalan baik. Reputasinya di masyarakat akan tetap terjaga. Tetapi begitu dia menikmati secara berlebih madu-dunia itu, dia akan jatuh. Spiritualnya menjadi kotor. Reputasinya akan hancur. Artinya, kalau dia melakukan eksploitasi terhadap rasa hormat dan bakti masyarakat terhadap dirinya, maka spiritualnya akan menjadi  kotor. Apabila hal itu dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama, spiritualnya akan hancur. Reputasinya di masyarakat turun ke titik nadir.
Contohnya adalah sebagai berikut : Misalnya seseorang melatih samadhi satwam. Lama-kelamaan spiritualnya menjadi suci. Dalam kehidupan sehari-hari dia dianggap orang suci oleh masyarakat. Banyak orang datang minta petunjuk kepadanya. Banyak orang berguru kepadanya. Setiap perkataannya dianggap sebagai suatu kebenaran. Setiap perintahnya selalu ditaati oleh murid-muridnya. Ibaratnya, disuruh bunuh diri pun murid-muridnya bersedia. Kalau rasa hormat dan bakti masyarakat itu dia manfaatkan untuk kesejahteraan orang banyak, untuk perdamaian dunia, berarti dia telah bertindak benar dan melaksanakan apa yang disebut sebagai “yasa-kerthi”. Contohnya, dia membimbing masyarakat dan para muridnya untuk selalu menegakkan kebenaran, untuk hidup saling menyayangi, untuk menjaga lingkungan, untuk melaksanakan yadnya dan upacara sesuai dengan ketentuan dan petunjuk sastra agama.


Untuk informasi selengkapnya, silahkan memesan tabloid ini.  Terima kasih.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More