Selasa, 26 April 2011

Mutiara Kebahagiaan, "Memiliki Hati Masyarakat"

Kini kita telah merdeka. Biasanya kita tak menyadari kemerdekaan yang hakiki tentu saja maksudnya adalah merdeka dari Sad Ripu (enam musuh dalam diri), sehingga kita mendapatkan sifat murni sang roh yang penuh bahagia, penuh pengetahuan dan kekal. Dalam hal ini para pahlawan telah berhasil memerangi musuh dalam dirinya dan beryajna sang diri sebagai persembahan. Para pahlawan telah menang membela kebenaran. Dan telah berhasil memiliki hati masyarakat, mereka adalah orang terkaya karena berhasil memerangi Sad Ripu memiliki hati masyarakat. 


Arti dan tujuan dari kemerdekaan adalah menikmati, tapi di alam yang dikatakan merdeka ini masyarakat tidak sedang menikmati. Sebelum kita mendapat karunia Tuhan yaitu bertemu guru spiritual kita selalu dijajah oleh 3 sifat alam, Tri Guna; satvam, rajas dan tamas yaitu kebaikan, nafsu dan kebodohan yang memperlihatkan kecenderungan berupa empat kekurangan pada sifat-sifat kita yaitu 1. Cenderung berbuat salah, 2. Cenderung menghayal, 3. Indera-indera tidak sempurna dan 4. Cenderung tipu menipu. Awal kita merasa merdeka adalah ketika kita menginsafi bahwa diri kita adalah roh bagian dari Roh Yang Utama, Tuhan Yang Maha Esa. Menikmati artinya kooperatif, menikmati pelayanan terhadap Tuhan. Bahagia adalah ketika apa yang kita berikan, kita layani bukan apa yang kita ambil atau dilayani. Tuhan Sri Caitanya Mahaprabhu mengatakan saya adalah pelayan dari pelayan dari pelayan Tuhan yang dicintai oleh para gopi, itulah kemerdekaan sebuah pelayanan atau pemberian hidup dalam hukum-hukum Tuhan. Maka dari itu berlomba-lombalah untuk lobha melakukan pelayanan bhakti, guna mendapatkan kehidupan penjelmaan mendatang yang lebih baik. Itulah pertanggungjawaban kita penjelmaan sekarang ini.
Pada tahun 2007 bangsa Indonesia menunjukkan kualitas sumber daya manusia yang rendah di dunia dengan tingkat korupsi nomor 3, polusi nomor 3 dan kerusakan hutan nomor 1. Kenyataan ini sangatlah mengejutkan, karena negara kita adalah negara beragama. Tidaklah pantas manusia yang beragama tapi hanya dalam KTP. Ini akibat kepemimpinan yang buruk. Kepemimpinan yang bertabiat priyayi dan tidak mau bekerja keras untuk rakyat, apalagi memberi contoh perilaku yang kurang baik. Pemimpin-pemimpin Indonesia tidak berpola pikir ilmiah, sebagaimana tuntutan zaman modern. Sebagai akibatnya masyarakat Indonesia masyarakat ngomong, masyarakat verbal, bukan masyarakat baca, seperti inilah akibatnya kepempimpinan yang tak senang baca buku. India, Jepang, dan Cina mampu bersaing dengan dunia barat, karena negara mereka adalah masyarakat baca atau masyarakat mendengar. Sumber daya manusia adalah sangat tergantung dari budaya baca. Dengan ini perlu disemangatkan tiada hari tanpa membaca. ***

Penulis ; I Nyoman Sridham Brahmacari

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More