Senin, 25 April 2011

Kenangan Hidup Made Sudjana di Masa Kecil Bersama, "Ibu Madagang Kayu Api dan Dagdag"

Usianya bisa dikatakan sudah senja, yakni menjelang 64 tahun. Namun, di usianya yang berkepala enam, sosok yang satu ini tiada henti berkarya untuk mengisi hari tuanya. Figur bernama lengkap Drs. Made Sudjana, SH.,MM.,MBA, adalah putra kelahiran Banjar Sanggulan, Kediri-Tabanan. Ditemui di kediamannya, anak  kedua dari tiga bersaudara pasangan Mangku Resi (alm) dengan Men Resi (alm) ini kepada Tabloid Bali Aga menceritakan, kisah perjalanan hidupnya yang lucu, menggelitik dan inspiratif.

Koresponden & Foto : Arda

Made Sudjana 

Sudjana mengaku bangga dengan kedua orang tuanya. Pasalnya, ketika pada usia sekolah, teman-teman sepermainannya di kampung kelahirannya jarang bersekolah, Sudjana justru didorong untuk mengenyam pendidikan. Meskipun secara ekonomi, orang tuanya hanya petani kelen  dan kondisi perekonomian saat itu  kondisinya di zaman sulit.
Mengingat perekonomian kedua orang tuanya pas-pasan bahkan kurang, Sudjana kecil harus rela menyisihkan sebagian waktunya untuk membantunya. Sehingga, hampir tiap hari sebelum dan sesudah pulang sekolah, Sudjana  disibukkan dengan tugas berjualan bersama saudara dan ibunya. Adapun barang jualannya berupa kayu api dan dagdag (makanan celeng).
Kayu api tersebut dijualnya pada seorang pedagang keturunan Cina di sekitar Pasar Kediri. Hasil penjualannya kemudian dibelikan beras untuk bisa dimasak dan dimakan sekeluarga pada hari itu juga. Sedangkan dagdag dijualnya di sekitar Banjar Sakenan, Tabanan. Sudjana mengaku sangat senang, karena pada saat menyerahkan dagdag bersama ibunya, dirinya selalu dibelikan jaja lempog.
Satu hal, dari kecil Sudjana mengaku paling tidak suka diperintah oleh siapapun, termasuk oleh kedua orang tuanya. Sering kali, Sudjana melawan perintah kedua orang tuanya. Sehingga pada suatu hari, karena kesal akibat Sudjana menolak perintah ibunya, ibunya kemudian memberi nasehat yang cukup pedas. Menariknya, nasehat ibunya yang agak keras dan pedas itu justru dijadikannya semangat untuk bisa hidup mandiri.
Notan awake gae, apang tusing tunden-tundene,” kenang Sudjana menyitir pesan ibunya di zaman dulu. Maknanya kurang lebih, Sudjana kecil disarankan untuk mencari pekerjaan dan penghasilan sendiri agar tidak lagi diperintah orang lain, termasuk orang tuanya. Benar saja, beberapa hari setelah dirinya dinasehati, Sudjana kecil bekerja sebagai buruh terowongan sepulang sekolahnya. Hasilnya ia gunakan untuk bekal dan biaya sekolahnya. Ini artinya, sejak kecil Sudjana sudah bisa mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Uniknya, meski disibukkan dengan mencari biaya hidup sendiri, sekolahnya tidak pernah ketinggalan kelas. Justru prestasi selalu diraihnya. Setidaknya masuk sebagai tiga besar di SMP dan SMEA Negeri Tabanan.

Pinjam Sepeda untuk Sekolah

Suami dari Ni Ketut Kusmaryathi, S Kp, kemudian menceritakan pengalaman lucu ketika pada masa sekolahnya. Sekitar tahun 1960-an ketika dirinya menginjak bangku SMP. Saat itu dirinya bersekolah di daerah Mengwi. Mengingat jarak rumah dengan sekolahnya cukup jauh, dengan membuang rasa malu, dirinya meminjam sepeda tetangganya yang saat itu bekerja sebagai pegawai RSU Tabanan. Melihat tekad belajar Sudjana yang begitu tinggi, tetangganya Pan Rembeh dengan senang hati meminjamkannya dan pemilik sepeda justru memilih bekerja dengan berjalan kaki.

Untuk informasi selengkapnya, silahkan memesan tabloid ini.  Terima kasih.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More