Selasa, 12 April 2011

Ida Pandita Mpu Paramayoga, "Mangku Prajapati yang Nincap Sulinggih"

Berlatar belakang mangku prajapati akhirnya ada keinginan untuk menyucikan diri menjadi seorang sulinggih. Namun sebelumnya sulinggih satu ini tidak pernah henti-hentinya berjuang. Mulai dari zaman perang kemerdekaan dulu hingga berjuang untuk menciptakan anak-anak yang sukses dan masyarakat taat beragama


Reporter dan Foto : Budikrista

 Ida Pandita Mpu Paramayoga

Latar belakang umat Hindu di Bali meningkatkan kesucian dengan cara madiksa memang benar. Namun tidak jarang dari ratusan Sulinggih yang ada di Bali malinggih masih menggunakan sistem keinginan leluhurnya. Artinya, sebelum malinggih (sulinggih) ada gejala-gejala utamanya mengalami sakit. Hal ini terbantahkan oleh pernyataan Ida Pandita Mpu Paramayoga dari Griya Sala Simpati, Desa Pakraman Sala, Susut, Bangli. Di mana beliau menyebut keinginan besar untuk menjadi sulinggih adalah untuk menyucikan diri sebagai bagian dari ajaran agama Hindu, yang tentunya wajib dijalankan. Selain itu ingin melayani masyarakat. “Melayani, tapi bukan pelayan,” tegas Ida Pandita berbadan jangkung ini saat ditemui TABLOID BALI AGA (TBA) di griyanya. Artinya, pelayanan yang diberikan adalah sebuah pelayanan murni untuk membantu menghubungkan diri dengan Tuhan melalui swadharma yadnya. Menurut Ida, kalau pelayan ada di rumah makan, hotel dan lainnya dan itu bukanlah sulinggih.
Lanjut, sebelum lebih jauh berbincang dengan sang sulinggih yang baru satu-satunya ada di Sala ini, perlu kiranya dipaparkan mengenai keberadaan lokasi griya ini. Untuk menjangkau lokasi ini, dari Bangli, umat harus mengikuti jalan dari Desa Demulih ke barat kurang lebih 2 Km. menyusuri satu jalan yang lebarnya tidak lebih dari 3 meter, ditambah dengan kurang terawatnya jalan selain itu kerap ditemui wisatawan bersepeda melewati daerah ini. Kemudian sesampainya di Desa Sala ada griya sebelah utara jalan dengan lokasi khas adanya pohon bila{e).
Kemudian di griya ini terdapat beberapa bangunan arsitektur Bali yang cukup megah. Di mana ada bale saka 16 (biasanya untuk tokoh dan pemuka adat zaman dahulu-red). Selain itu di timur bale daja terdapat merajan yang megah dengan angkul-angkul tinggi dan tampak baru.
Sebelum matur-atur dengan Ida Pandita lanang, TBA terlebih dahulu bersama Ida Pandita Mpu Raka Istri di bale dangin sambil bercerita banyak tentang kehidupan griya, yang tertata sehingga menghasilkan bibit-bibit berkualitas hingga kini dan sudah bisa dikatakan sukses meniti karir. “Tiang punya delapan anak, empat laki empat perempuan sedangkan cucu sudah punya 31 sedangkan dari istri alitan ada cucu lagi 10 jadi semua cucu tiang sudah ada 41 orang,” kata Ida Pandita Istri Raka....
Untuk informasi selengkapnya, silahkan memesan tabloid ini.  Terima kasih.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More