Selasa, 26 April 2011

Mutiara Kebahagiaan, " Pemimpin Ideal"

Bali mestinya dipimpin oleh seorang wiku atau rajarsi. Pemimpin Bali ke depan mestinya di samping pintar berorganisasi, hendaknya juga ahli atau cerdas dalam bidang spiritual. Bali pulau seribu pura yang diwarisi oleh leluhur kita hendaknya menjadi tanggung jawab utama para pemimpin kita. Pura itu hulu, tempat kita mendapatkan tujuan hidup sebagai manusia akan tetapi pemimpin selama ini bergaya hidup sudra. Pengaruh pemimpin yang memuaskan indera-indera yang bersifat mementingkan diri sendiri telah merusak alam Bali. Konsep Tri Hita Karana hanyalah pemanis bibir di kalangan pemimpin kita selama ini. Kita perlu pemimpin yang jnana wijnana, tahu sastra, dan mempraktekannya, satya wacana. Siapapun penganut Veda sangat menginginkan lahir dalam pemerintahan Sri Rama dan Yudistira. Janganlah jadi pemimpin kalau tidak mampu menghentikan kelahiran kembali atau reinkarnasi para warga negaranya. Karena masalah reinkarnasi atau punarbhawa atau kelahiran kembali adalah masalah kebutuhan primer kita yang sebenarnya. Inilah proyek visi dan misi yang hakiki bagi seorang pemimpin yang sejati menghantarkan rakyatnya pulang ke kerajaan Tuhan Sri Krsna.


Hukum Mati

Atas nama supremasi hukum, hukum mati mulai diterapkan. Hukum mati itu wajar diterapkan demi kebaikan si penjahat itu sendiri yang pantas menerima hukum mati. Nyawa bayar nyawa, itu dibenarkan dalan Veda. Apalagi Amrozi cs yang telah membantai ratusan jiwa orang yang belum tentu bersalah. Hukum mati untuk Amrozi cs misalnya, itu demi kebaikan mereka sendiri, bukan kekerasan malahan cinta kasih menurut hukum Veda kalau mereka tidak dihukum mati, di dunia ini mereka akan mendapat hukuman berat di dunia akhirat maupun pada penjelmaan mereka yang akan datang. Alasan ini tidak diketahui oleh kalangan kepemimpinan pemerintah. Inilah pemerintahan orang buta, dipimpin oleh orang buta. Seorang ksatria dalam kitab suci disebutkan memang harus mengayomi masyarakat, tapi kadang seorang ksatria atau pemimpin harus membunuh warga negaranya karena melanggar hukum melakukan tindak kejahatan. Semua orang warga negara harus sama di mata hukum apalagi hukum Tuhan. Seperti Arjuna harus membunuh di medan perang Kuruksetra dan itu bukan tindakan kekerasan sama sekali. ***

Penulis ; I Nyoman Sridham

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More