Kepergian Ketut Rai Muliana yang upacara penguburannya dimasalahkan, ternyata disertai keunikan yang tidak bisa dikaji dengan akal sehat. Detik-detik ritualnya, tepatnya mau meninggalkan bale dangin (bale kembar) menuju setra, tiba-tiba anjing bersuara lantang dan beberapa yang ribut. Konon suara lolongan anjing tersebut membawa makna yang tersembunyi. Apa makna lolongan anjing tersebut?
Reporter & Foto : Putu Patra
Lahir sebagai manusia di mercapada adalah tugas berat. Ini artinya, sang roh diberikan kesempatan untuk memperbaiki perilakunya, agar bisa bersatu dengan Hyang Widhi. Di dalam ajaran agama Hindu, tiga kesempatan ini (trikona = lahir, hidup dan mati) adalah mutlak dan tidak boleh diganggu gugat. Ada kelahiran ada kehidupan, begitu juga kematian. Dan manusia lahir kerap disebut-sebut angkian ben nyilih (nafas dengan meminjam). Karenanya, tidak salah kalau kehidupan yang diakhiri dengan kematian adalah mutlak, namun penuh misteri. Artinya, siapapun yang tidak tahu kapan manusia akan dipanggil guna menuju ke alam abadi atau ke tanah wayah.
Kematian rupanya tidak memandang usia belia, baru lahir, remaja, dewasa maupun renta. Kematian kapan saja bisa datang. Dalam kondisi sehat, ajal kerap datang begitu saja. Ketika ajal sudah tiba, yang ada adalah suasana duka, sedih, memilukan, seolah-olah sang keluarga tidak mau terima semua itu.
Begitulah cerita nyata yang terjadi di sebuah Banjar Dharmasanmata, Desa Buruan, Blahbatuh, Gianyar. Adalah Rai Muliana kurang lebih dalam usia 33 tahun, telah diberikan kesempatan memperbaiki karma-karmanya. Namun, kendati usia masih muda, toh sang Pencipta telah memanggilnya bertepatan pada hari Minggu 16 Januari 2011 (dini hari). Menurut kerabatnya yang ditemui Bali Aga di setra (tempat penguburan), kepergian Muliana secara medis divonis menderita penyakit kurang darah (anemia). Tapi, sang kerabat tidak berani beropini lebih dari itu.
Ketika mau dilaksanakan upacara pemakaman pada hari itu juga, ternyata terjadi masalah atau dimasalahkan oleh banjar tetangganya yaitu Banjar Getas Kawan (baca berita lainnya terhadap masalah penguburan Muliana).
Persiapan memang sudah matang. Karena, awalnya dikira tidak ada masalah. Memang dari sejak lama tidak ada masalah terkait dengan setra atau penguburan. Di samping masing-masing sudah punya setra. Terlepas dari masalah itu, ada yang lain kala detik-detik kepergian Rai Muliana ke tanah wayah. Upacara ini sangat penting, agar keluarga tidak terpaut dengan jazad Muliana.
Karena bermasalah, maka penguburan ditunda. Masalah ini melibatkan aparat, pejabat di Pemkab. Berbagai mediasi tidak membuahkan hasil yang diwakili krama desa pakraman masing-masing yang dimediasi Wakil Bupati Gianyar Dewa Made Sutanaya mewakili Pemkab. Gianyar. Mediasi ini tidak menelorkan keputusan, alias gamang. Tiada putusan ini disampaikan Sutanaya kepada Bupati Cok Ace. Akhirnya, Bupati Gianyar Cok Ace bersikap tegas. Penguburan harus dilakukan, bagi yang menghalangi akan ditindak tegas atas nama hukum yang berlaku.
Dengan sikap kestria Cok Ace inilah pihak keluarga duka merasa aman dan bisa melaksanakan upacara. Maka diputuskan Kamis 20 Januari 2011 dilanjutkan ritualnya. Karena sarana dan persiapan sudah rampung minggu lalunya. Akhirnya upacara pun digelar dengan ketentuan waktu yang telah disepakati. Persiapan mulai pukul 12.00, dan penguburan sudah mulai pukul 13.00 Wita. Kurang lebih pukul 14.00 Wita dan lebih awal dari waktu yang direncanakan.
Pasalnya, persiapan di setra belum ada, karena ada masalah. Dengan pengamanan yang super ketat, persiapan di setra mulai merabas semak-semak, bambu yang sengaja ditebang pihak yang bikin masalah, sampai membuat tempat penguburan dilakukan dengan aman.
Untuk informasi selengkapnya, silahkan memesan tabloid ini. Terima kasih.
0 komentar:
Posting Komentar