Senin, 25 April 2011

Menengok Kisah Tukang Uwut I Made Genep

Berawal dari coba-coba dan ingin matatulung ngarereh nyamabraya, akhirnya Made Genep justru menjadi tukang pijat tradisional profesional dikenal banyak kalangan. Dengan ketekunan dan talenta yang dimilikinya, salah satu pendukung sekaligus pendorong untuk menjadikan dirinya tetap menekuni profesi ini. Hampir tiap hari tak pernah sepi pasien yang datang dengan berbagai keluhan. Berikut perjalanan kisah tukang uwut asal Banjar Ambengan, Peguyangan Timur, Denut ini kepada Bali Aga


I Made Genep sedang mengurut pasien

Jarum jam telah menunjukkan pukul 10.30 Wita ketika TBA bertandang ke sebuah rumah di  Banjar Ambengan, Desa Peguyangan Timur, Kecamatan Denpasar Utara., tepatnya di Jln. Cekomaria No. 52, Denpasar. Setelah memarkir sepeda motor lawas di tempat yang aman, TBA langsung masuk ke rumah dengan kori stil Bali dihiasi jepun Bali dengan dahan yang menawan.
Di dalam tampak sejumlah pasien dengan sabar dan keluhan masing-masing menunggu giliran untuk ditangani. Karenanya, TBA harus rela menunggu sampai semua pasien itu selesai ditangani, sambil bercerita berbagi informasi dan pengalaman dengan keponakan Made Genep yang saat itu sedang sibuk memomong anak tercintanya.
Setelah menunggu kurang lebih 2 jam, semua pasien berhasil dilayani, TBA pun akhirnya mendapat giliran. Dengan senyum penuh keramahan serta tutur bahasanya yang santun, bapak satu putra dan satu putri sambil bertelanjang dada menyambut TBA seraya mengajak berbincang di dekat ruang tempatnya menangani pasien.
“Saat muda tiang awalnya hanya coba-coba atau iseng-iseng membantu  teman yang sedang mengalami panas dingin. Setelah dipijat, teman itu sembuh. Suatu hari ada teman yang jatuh dan keseleo, setelah tiang pijat juga sembuh. Demikian seterusnya tiang selalu berhasil membantu mengatasi keluhan teman,” ujar Made Genep dengan pandangan menerawang jauh mengenang pengalaman yang pernah dialami, seraya menambahkan sejak saat itu banyak orang yang datang minta dibantu, dan sebagian besar berhasil dibantu/sembuh.
Lebih lanjut,  suami Made Taplu ini menceritakan, meski demikian sejak dahulu tidak pernah menarget sesari, melainkan tergantung kerelaan dan keikhlasan pasien. Walaupun tanpa sesari sepeser pun tetap dilayani/dibantu dan itu sering kali dialami.
“Meski demikian, tiang tidak pernah mempermasalahkan, melainkan berusaha berjiwa besar, karena tiang yakin rezeki sudah diatur dan tidak datang dari satu orang atau satu sumber saja. Jika kita melayani dengan penuh ketulusan niscaya Tuhan akan memberi jalan yang terbaik, dan itu sering tiang rasakan. Yang terpenting, tiang berusaha mengabdikan hidup dan keahlian ini untuk berusaha semaksimal mungkin membantu orang yang membutuhkan penuh ketulusan dan kemurnian hati, sehingga tidak merasa terbebani,” tegas Made Genep bertutur, seraya sesekali memperbaiki senteng poleng-nya  yang melingkari pinggangnya.
Dalam hal pijat memijat, lanjut Made Genep, seorang tukang pijat dituntut harus mampu mengetahui titik-titik kelemahannya serta teknik pemijatan yang benar dan tepat, sehingga pasien bersangkutan merasa nyaman setelah dipijat.
Setiap orang akan merasakan sakit pada saat dipijat, terutama saat proses perbaikan/pelurusan urat-urat yang kurang beres yang membuat peredaran darah tidak lancar atau bahkan tersumbat. Sebenarnya, sebagian besar penyakit itu diakibatkan karena darah yang tidak lancar. Untuk itu, maksimal 3 bulan harus dilakukan pemijatan, terlebih orangtua yang berumur di atas 50 tahun, sehingga darah tetap lancar dan tentunya terhindar dari penyakit yang disebabkan karena darah tidak lancar.
Di samping itu, apabila pasien jarang melakukan pemijatan, pertama kalinya akan merasakan sakit, tetapi setelah sering dipijat akan menjadi terbiasa, dan bahkan ketagihan.

Untuk informasi selengkapnya, silahkan memesan tabloid ini.  Terima kasih.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More