Selasa, 26 April 2011

Dharmayatra Ashram Sari Taman Beji di Sejumlah Tempat di Jawa Timur


Sudah menjadi program Ashram, di mana di setiap Dharmayatra, sebelum melaksanakan panglukatan dan setelah mandi pimpinan Ashram Sari Taman Beji Pinandita Drs. Ketut Pasek Swastika selalu mengajak dan bahkan mewajibkan para peserta untuk membuang salah satu pakaian yang diikhlaskan ke sungai/tempat lain, sebagai bentuk membuang mala atau kekotoran lahir dan bhatin.


Pengamatan TBA, selama mereka mandi sungguh tercipta rasa kebersamaan dan kekeluargaan begitu tinggi di antara para peserta. Di sini tak ada kefanatikan, terlebih keangkuhan, keegoan di antara mereka. Sambil mandi, mereka  bersenda gurau dan saling berbagi pengalaman. Benar-benar suasana yang sangat jarang dijumpai di Bali akibat kesibukan ngarereh pangupa jiwa guna menyambung hidup keluarga masing-masing.
Di sini, tak lagi ada rasa fanatik terhadap soroh, klen, pangkat, derajat, dan sejenisnya yang selama ini kerap menjadi pemicu orang Bali sering mauyutan (bertengkar). Yang ada justru rasa kebersamaan dan menyamabraya bahwa sebenarnya semua manusia sama di hadapan Tuhan dan merupakan ciptaan beliau. Hendaknya makanai perbedaan itu sebagai sebuah seni kehidupan, sehingga tidak saling merasa diri paling…, paling pintar, paling hebat, paling berkuasa, dan jenis paling lainnya yang pada akhirnya dapat menyesatkan dan bahkan menjerumuskan ke dalam jurang kehancuran.
Usai mandi, dengan wajah segar dan hingar-bingar tanpa beban, mereka melangkah beriringan menuju Candi, tempat dilaksanakan persembahyangan bersama. Diawali ketiga sulinggih mapuja, persembahyangan itu dimulai yang kemudian dilanjutkan ngaturang sembah bakti sekaligus melaksanakan Panglukatan Asta Pungku, Agni Anglanyang dan Prabuwibuh. Panglukatan dimaksud bertujuan untuk menghilangkan dan membakar mala, papa pada diri manusia sebagai bawaan/akibat kelahiran baik hari, waktu, situasi dan kondisi, serta menghidupkan dan memanfaatkan kembali sisa pembakaran agar menjadi kebaikan pada diri manusia, sehingga mereka dapat berpikir, berkata, dan berbuat baik.
Begitu ketiga sulinggih yakni nguncarang puja-puja suci, sontak saja membangkitkan aura magis dan kerinduan penguasa di sana begitu kuat, sampai-sampai pengunjung dan masyarakat sekitar terpesona dan terpaku mendengarnya. Maklum sangat jarang doa-doa suci ala Hindu dilantunkan di sana. Saat itu juga dilaksanakan pemasupatian sejumlah benda-benda beruah milik peserta rombongan agar semakin bertuah dan bermanfaat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya rombongan kembali ke Dusun Bintang, Desa Ngaringan, Kecamatan Gandusari, Blitar untuk bermalam sekaligus bertemu/bertatap muka dengan umat Hindu di desa ini.

Bangkit dan kuatkan Keyakinan

Rombongan disambut Jro Mangku Hari Subagio serta puluhan umat Hindu lainnya. Peserta lalu mencari tempat bermalam/istirahat di masing-masing rumah umat yang ada di sekitar Pura Surya Dharma. Desa yang sebelumnya sepi mendadak berubah menjadi ramai dipenuhi umat yang sebagian besar mengenakan pakaian serba putih.


Untuk informasi selengkapnya, silahkan memesan tabloid ini.  Terima kasih.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More