Berbagai cobaan sempat dialami oleh kedua tapakan. Bahkan sempat ada bom niskala meledak di rumahnya. Selain itu balian-balian juga kerap datang berobat sambil mencoba kekuatan Ida Bhatara namun tidak berhasil.
Reporter dan foto : Budikrista
Sebelumnya sudah disebutkan mengenai kehidupan dari awal Jro Tapakan Sari yang tinggal di Banjar Sidembunut, Kelurahan Cempaga, Bangli. Kali ini lanjut diceritakan, setelah memikirkan beberapa saat untuk memberikan ijin mengambil gambar di kamar sucinya. Akhirnya katanya setelah mendapat pawisik TBA diijinkan masuk kamar suci walaupun tidak menggunakan busana adat Bali.
Kemudian, di kamar suci, kedua tapakan ini kembali memaparkan kisahnya, yang sebelumnya sempat tidak ingin dibicarakannya. Kata Jro Tapakan Istri, tinggal di tempat ini datang pada tahun 1970 silam. Dengan membuat pondokan kecil dari bambu. Bahkan, katanya untuk memenuhi kebutuhan makan saja sulit.
“Tiang sebenarnya mengobati ini bukan menggunakan target, harus berapa dapat, namun berapapun yang diberikan paica itulah yang digunakan untuk hidup sehari-hari dan menghidupi anak dan cucu juga,” katanya. Kenapa keduanya bisa langsung napakin, karena jika satu yang napakin maka sulit untuk memberikan pertolongan. Namun dengan dua orang, sesuai dengan titah Ida Bhatara, tentu apa yang menjadi harapan krama yang berobat bisa tercapai untuk sembuh. “Bumi dan langit tidak bisa pisah, bagaimana kerja dengan tangan sebelah, pasti hasilnya tidak akan memuaskan,” sebutnya.
Dikatakan selain 118 tapakan itu juga masing-masing ngajak rencangnya. Dikatakan datangnya panjak-panjak Ida Bhatara dari seluruh Bali merupakan panggilan gaib dari Ida Bhatara. Yang mana biasanya datang lewat sipta mimpi, jalaran orang lain dan berbagai cara lainnya. Bahkan selain umat dari Bali juga ada bule, Cina dan orang luar lainnya. Namun dia mengaku tidak pernah pilih kasih dalam mengobati pasiennya.
Ia mengatakan dalam mengobati pasien tidak pernah memberitahukan kepada pasein lainnya. Di mana apa yang dilakukan pasien sebelumnya entah dia ngembus pangleakan, ngalebur sesabukan, ngelebur rerajahan tidak pernah dibicarakan kembali kepada pasien lainnya. Bahkan kepada TBA sendiri tidak mau menyebutkan siapa yang melakukan hal-hal tersebut. “Itu merupakan tindakan positif untuk berbuat baik, biarlah,” ujarnya yang kerap diselingi bahasa Bali rumit.
Jika ada orang yang ingin mencari hal-hal jelek seperti penangkeb, brerong dan lainnya langsung mendapat ceramah di mana memang kata-kata tersebut langsung dari Ida Bhatara sendiri. “Tiang hanya mediasi,” ujarnya berkali-kali. Jika ingin penangkeb begini jadinya. Yang dicari di sini kebaikan, ngatepang kurenan. Nenung kelangan dan hal lainnya. “Akeh krama sane seger Ida Bhatara nyelametang, tiang hanya jadi perantara,” babarnya merendah.
Lanjut diceritakan, beberapa waktu lalu sempat terjadi serangan bom niskala. Ketika itu, tapakan istri langsung berteriak bahwa ada serangan bom niskala. Kemudian suaminya bangun sendangkan anaknya mengira ada gas yang meledak karena kala itu kerap terjadi ledakan gas lpg 3 kg.
Dikatakan banyak sekali serangan-serangan lainnya, di mana ada balian yang datang menyamar sengaja datang berobat untuk nyobak kekuatan tapakan. Namun karena merasa tidak mampu, akhirnya tapakan pasrah dan menyerahkan semua ke Sasuhunan. Sudah itu, ada dari Klungkung katanya istrinya sakit, tidak diketahui I Guru (tapakan lanang) diserang. Di mana, kata tapakan lanang orang tersebut dengan sendirinya pontang-panting tidak karuan di kamar suci. Saat itu orang yang matamba sedang ramainya sehingga diketahui banyak orang.
Seperti cerita film, kemudian orang tersebut mencoba menyerang Ida sasuhunan. Pun kemudian Tapakan lanang kerauhan Ida Bhatara Bayu mereka pun adu kesaktian. Kemudian I Guru mengambil Batu Bolong dan seperti di film-film mesiat secara niskala tidak terelakkan lagi. Kemudian entah kenapa setelah pontang-panting orang tersebut langsung memeluk I Guru dan nyumbah Ida sasuhunan.
Nah kemudian setelah dua harinya dia datang kembali untuk minta maaf secara niskala (neduh).
Balian Sakti Nyalin Rupa Nangtang
Kemudian kembali ada seorang balian perempuan dari Denpasar. Yang juga tangkil ke pasraman. Dia mengaku sakit awalnya, dengan menggunakan jaket hitam kemben batik putih dan baju putih mengaku hendak berobat.
Untuk informasi selengkapnya, silahkan memesan tabloid ini. Terima kasih.
0 komentar:
Posting Komentar